Perencanaan Perlindungan dan juga Usulan Pembatalan Belanja Alutsista

Keputusan Presiden Joko Widodo pada rapat kabinet terbatas di Istana Bogor pada 28 November 2023 mengenai anggaran pertahanan pada saat ini telah dilakukan mempunyai dampak segera pada pengadaan sistem senjata yang dibiayai oleh skema Pinjam Luar Negeri (PLN).

Meskipun acara perkembangan kekuatan masih secara resmi dinamakan Minimum Essential Force (MEF), namun pada praktiknya pengadaan peralatan pertahanan lebih banyak condong untuk perolehan secara besar-besaran.

Salah satu parameternya adalah pembaharuan Daftar Rencana Pinjam-meminjam Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2020-2024 banyaknya empat kali sejak 2020. Perubahan terakhir pada Mei 2023 menjadikan alokasi PLN berubah menjadi US$ 34,4 miliar dari sebelumnya US$ 25,7 miliar.

Rapat di Istana Bogor menciptakan tindakan presiden untuk memveto alokasi US$ 34,4 miliar dan juga kembali ke inovasi ketiga Blue Book, yakni US$ 25,7 miliar. Walaupun demikian, rapat yang disebutkan memutuskan bahwa acuan belanja pertahanan lewat skema PLN adalah US$ 25,004 miliar yang tersebut merupakan nilai keseluruhan Penetapan Sumber Biaya (PSP) yang tersebut sudah dikeluarkan oleh Menteri Keuangan sejak April 2021 sampai April 2023.

Menindaklanjuti kebijakan rapat itu, pada awal Desember 2023, Kementerian Keamanan sudah pernah mengajukan permohonan pembatalan belasan PSP sekaligus mengusulkan PSP baru yang digunakan alokasinya berasal dari sebagian PSP yang digunakan dibatalkan.

Diusulkan dua inisiatif sangat prioritas untuk menerima PSP, yaitu pengambilalihan kapal fregat sejenis FREMM kemudian kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) dengan nilai total adalah US$ 1,5 miliar yang dimaksud diharapkan didapatkan dari pembatalan 16 kegiatan pengadaan dengan nilai keseluruhan melebihi US$ 1,5 miliar. Apa dampak segera dari usulan pembatalan PSP dengan nilai total melebihi US$ 1,5 miliar bagi pembelian peralatan konflik hingga 2024?

TNI Angkatan Laut mengalami pembatalan 14 kegiatan belanja yang tersebut sudah mendapatkan PSP demi mendapatkan kapal pertempuran buatan Italia. Di antara kegiatan pembelian yang mana diusulkan pembatalan PSP oleh Kementerian Defense adalah pengadaan kapal MRTP jika Turki, selain rencana modernisasi beberapa peralatan tempur Korps Marinir. Sedangkan TNI Angkatan Udara Bebas serta Mabes TNI per individu mempunyai satu kegiatan pengadaan yang tersebut diusulkan untuk dibatalkan.

Kementerian Perlindungan pada Januari 2023 sudah ada menerima PSP sebesar US$ 800 jt untuk pembelian pesawat Airborne Early Warning (AEW). Selanjutnya pada Daftar Acara Khusus (DKK) Tahun 2023 untuk Kementerian Defense yang diterbitkan oleh Kementerian Perencanaan Nasional/Bappenas, diusulkan tambahan alokasi PLN sebesar US$800 bagi acara pesawat AEW.

Demi inisiatif pengambilalihan kapal konflik buatan Fincantieri, PSP acara pesawat AEW diusulkan agar dibatalkan. Sebagai akibatnya, TNI Angkatan Udara Bebas kembali harus menahan impian mengoperasikan pesawat peringatan serius dini ke ketika terdapat kecenderungan Nusantara akan mengakuisisi pesawat AEW yang tersebut mengadopsi media Boeing B737NG.

Kehadiran pesawat AEW sesungguhnya sangat diperlukan oleh TNI Angkatan Atmosfer guna meningkatkan situational awareness serta tak semata bergantung pada radar pertahanan udara yang dimaksud berbasis pada daratan. Negara-negara pada sekitar Negara Indonesia seperti Singapura kemudian Australia sejak lama sudah berubah menjadi operator pesawat AEW, dalam mana pesawat peringatan serius dini yang disebutkan dapat membantu situational awareness pesawat tempur yang tersebut sedang beroperasi.

Saat ini armada jet tempur Indonesia semata-mata mengandalkan pada data lalu informasi yang tersebut diberikan radarnya sendiri dan juga radar pertahanan udara yang tersebut berbasis dalam daratan untuk situational awareness, sehingga berubah menjadi salah satu kekurangan Nusantara dibandingkan negara-negara lain ke sekitarnya.

Pagu PLN untuk belanja pertahanan hingga 2024 adalah US$ 25,004 miliar memberikan konsekuensi pula pada rencana pengambilalihan 42 Rafale buatan Dassault Aviation. Walaupun inisiatif pengadaan jet tempur yang digunakan ditenagai oleh M88 engine tidaklah terpengaruh oleh usulan pembatalan PSP, namun dipastikan 42 Rafale akan diserahkan untuk Tanah Air mulai 2026 tak dilengkapi dengan rudal udara ke udara karya MBDA.

Penyebabnya hingga 28 November 2023, Menteri Keuangan belum menerbitkan PSP untuk kegiatan pengadaan rudal udara ke udara bagi Rafale sebesar US$ 230 juta. Sebenarnya Kementerian Perencanaan Nasional/Bappenas sudah ada menerbitkan DKK untuk acara itu, namun Menteri Keuangan belum menyetujui penerbitan PSP hingga rapat kabinet dilaksanakan.

Kegiatan pengambilalihan lain yang digunakan terkena dampak dari pagu PSP adalah pembelian dua A400M dari Airbus. Meskipun kontrak pengambilalihan pesawat angkut itu telah efektif sejak akhir 2022, akan tetapi kegiatan sarana dan juga prasarana pendukung lalu logistik A400M belum mendapatkan PSP.

Tanpa ada terobosan kebijakan seperti usulan pembatalan PSP lain untuk dialihkan pada kegiatan sarana juga prasarana pendukung dan juga logistik A400M, boleh jadi pesawat buatan Airbus akan diparkir di dalam apron lantaran bukan mempunyai hangar yang mana sesuai dengan dimensi pesawat tersebut.

Serupa dengan kegiatan pembelian rudal udara ke udara untuk Rafale, sesungguhnya kegiatan sarana serta prasarana juga logistik A400 sudah pernah diusulkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas terhadap Menteri Keuangan guna mendapatkan PSP.

Nasib bukan bagus dialami pula oleh inisiatif pengadaan F-15EX sebesar US$ 1,6 miliar. Walaupun sudah ada digagas sejak 2021, kegiatan demikian baru tercantum pada DRPLN-JM 2020-2024 revisi keempat. Menyusul kebijakan rapat kabinet terbatas, belum ada usulan penerbitan PSP untuk kegiatan perolehan F-15EX.

Apakah Kementerian Defense akan dapat mewujudkan pembelian F-15EX dalam era MEF masih berubah jadi pertanyaan besar, pada mana pilihan yang mana tersedia adalah membatalkan PSP program-program lain? Lalu, bagaimana tahapan perencanaan kemudian pengusulan Blue Book lalu turunannya, termasuk PSP, oleh Kementerian Pertahanan?

Baru pada perubahan-perubahan terakhir DPRLN-JM 2020-2024 inisiatif rudal udara ke udara untuk Rafale, sarana dan juga prasarana serta logistik A400M juga F-15EX tercantum.

Awalnya kegiatan terkait Rafale semata-mata mencakup pengadaan pesawat belaka tanpa senjata, sedangkan inisiatif A400M senilai US$700 jt semula dirancang untuk pesawat A330 MRTT. Padahal pesawat terbang, baik pesawat tempur maupun pesawat angkut, merupakan suatu sistem yang dimaksud harus didukung oleh logistik juga persenjataan.

Mengapa inisiatif rudal udara ke udara untuk Rafale kemudian sarana lalu prasarana dan juga logistik A400M tiada dirancang sejak akhir 2021 serta atau awal 2022? Bukankah kontrak A400MM telah terjadi ditandatangani pada akhir 2021 juga awal 2022 untuk Rafale?

Mengapa pengadaan subsistem kedua jenis pesawat, sama-sama dengan F-15EX, tiada bermetamorfosis menjadi prioritas Kementerian Defense untuk mendapatkan PSP dari Menteri Keuangan? Memperhatikan secara seksama pola perencanaan pengadaan yang digunakan dibiayai oleh PLN, terdapat indikasi kuat bahwa serangkaian perencanaan di Kementerian Perlindungan kurang matang padahal kualitas banyak mesin peperangan yang akan dibeli tidaklah diragukan.

Artikel ini disadur dari Perencanaan Pertahanan dan Usulan Pembatalan Belanja Alutsista

Menasional.com menyajikan berita virtual dengan gaya penulisan bebas dan millenial. Wujudkan mimpimu, Menasional bersama kami

You might also like
Follow Gnews