Indonesia Membutuhkan Strategi Industri Keamanan Nasional

Amerika Serikat belum lama ini menerbitkan National Defense Industrial Strategy (NDIS) yang digunakan merupakan turunan dari National Defense Strategy (NDS). NDS memberikan prioritas pada penguatan defense industrial base (DIB), yaitu kemampuan untuk memproduksi peralatan perang.

Sejak berakhirnya Perang Dingin, Amerika Serikat menghadapi tantangan pada mempertahankan keunggulan DIB terhadap negara-negara lain, sebab produksi sistem senjata mengalami pengurangan secara kuantitas seiring menurunnya anggaran pertahanan. Sementara di dalam sisi lain, negara-negara pesaing Amerika Serikat seperti Cina serta Rusia berupaya meningkatkan kekuatan DIB mereka dengan memanfaatkan keuntungan dari globalisasi.

Sebagai ilustrasi, DIB Amerika Serikat menghadapi tantangan besar menyusul invasi Rusia terhadap negeri Ukraina pada Februari 2022 pasca Washington memberikan beragam paket bantuan militer terhadap Kiev, diantaranya munisi kaliber 155 mm. Level produksi munisi kaliber 155 mm Amerika Serikat sebelum invasi yang disebutkan adalah 14 ribu butir per bulan, sementara tingkat konsumsi harian munisi kaliber 155 mm tanah Ukraina pada 2023 adalah enam ribu butir per hari.

Kondisi demikian sempat mengkhawatirkan Amerika Serikat mengingat dua jt butir munisi yang dikirimkan ke tanah Ukraina berasal dari persediaan munisi miliknya yang digunakan harus segera diganti untuk mengantisipasi mulainya peperangan yang secara langsung melibatkan Amerika Serikat. Pada Oktober 2023, Amerika Serikat berhasil meningkatkan kapasitas produksi munisi 155 mm berubah menjadi 28 ribu butir per bulan.

Mengacu pada NDIS, terdapat empat isu kritis bagi lapangan usaha pertahanan Amerika Serikat, yaitu resilient supply chains, workforce readiness, flexible acquisition dan juga economic deterrence. Isu resilient supply chains antara lain lantaran bidang pertahanan Amerika Serikat juga mengandalkan pasokan material bervariasi perniagaan kecil domestik di supply chain lapangan usaha tersebut.

Sedangkan di dalam sisi lain, fakta menunjukkan bahwa sejumlah bisnis kecil domestik yang berada pada supply chain menghadapi tantangan cash flow lantaran persetujuan pendanaan kegiatan yang mana terlambat.

Mengenai isu workforce readiness, tantangan yang tersebut dihadapi oleh bidang pertahanan Amerika Serikat adalah kurangnya generasi muda yang digunakan mengejar karier pada dunia manufaktur kemudian mengambil jurusan Science, Technology, Engineering and Math (STEM) yang dimaksud dibutuhkan oleh bola industri. Kurangnya tenaga kerja dipandang oleh Departemen Defense Amerika Serikat sebagai salah satu pendorong jadwal pemeliharaan rutin kapal konflik meleset dari jadwal seharusnya.

Sedangkan flexible acquisition juga economic deterrence adalah dua isu yang cukup unik akibat status Amerika Serikat sebagai negara pemilik anggaran terbesar dalam globus sekaligus mempunyai bidang pertahanan paling forward ke dunia.

Penerbitan NDIS menunjukkan bahwa sektor pertahanan adalah bagian tiada terpisahkan dari strategi pertahanan nasional Amerika Serikat. Industri pertahanan Amerika Serikat merupakan bidang yang dimaksud telah maju oleh sebab itu telah dilakukan dikembangkan sejak abad ke-19 dan juga didukung oleh beragam sektor pendukung pada tier dua, tier tiga lalu tier empat.

Firma swasta merupakan pemain utama bidang tersebut, sedangkan peran pemerintah antara lain memberikan suntikan dana untuk riset maupun pengembangan produk-produk terhadap pihak swasta. Dalam sistem kebijakan pemerintah Amerika Serikat, pengaruh lapangan usaha pertahanan sangat kuat pada dua partai utama di dalam sana, bahkan merupakan hal yang digunakan lumrah bila para eksekutif bidang pertahanan ditunjuk menduduki jabatan-jabatan penting pada Pentagon.

Indonesia sejak era Orde Baru sampai sekarang terus berupaya memajukan lapangan usaha pertahanannya, di mana tantangan-tantangan yang dihadapi cukup berat serta kompleks. Sebagai contoh, Nusantara masih menghadapi jalan terjal untuk menguasai berubah-ubah teknologi membesar yang tersebut terkait dengan lapangan usaha pertahanan, suatu hal yang tersebut tidak ada dihadapi oleh Amerika Serikat.

Begitu pula dengan upaya untuk menghadirkan industri-industri pendukung pada pada negeri sehingga tercipta supply chain domestik yang mana akan memberikan keuntungan perekonomian secara luas. Terkait dengan NDIS, terdapat beberapa hal yang mana dapat berubah menjadi unsur pelajaran bagi pengembangan lapangan usaha pertahanan Indonesia.

Sudah saatnya bagi Kementerian Keamanan untuk menyusun dokumen tentang Strategi Industri Perlindungan Nasional yang mana merupakan turunan dari Strategi Perlindungan Negara. Strategi yang disebutkan akan berubah menjadi acuan di pengembangan lapangan usaha pertahanan nasional untuk jangka waktu tertentu, misalnya untuk lima tahun ke depan.

Dengan eksistensi dokumen tersebut, pemerintah dan juga para pelaku bidang pertahanan mempunyai arah yang digunakan sejenis pada memulai pembangunan bidang pertahanan domestik. Sehingga sumberdaya yang tersebut dibutuhkan pun dapat dikonsolidasikan, khususnya pembiayaan untuk mengupayakan pemajuan sektor pertahanan, baik yang tersebut berasal dari APBN, kas internal perusahaan-perusahaan lapangan usaha pertahanan maupun pinjaman dari lembaga keuangan.

Eksistensi Strategi Industri Perlindungan Nasional juga dapat memusatkan sumber daya yang digunakan terbatas untuk membantu pengembangan beberapa teknologi pertahanan yang digunakan dipandang prioritas serta mendesak. Selama ini, pemerintah mempunyai fokus yang tersebut terlalu berbagai untuk pengembangan teknologi pertahanan sebagaimana dicerminkan pada 10 kegiatan prioritas dalam berada dalam keterbatasan dana, sumberdaya manusia kemudian teknologi.

Melalui pemusatan sumberdaya pada beberapa orang teknologi pertahanan saja, pemerintah juga sektor pertahanan, baik BUMN maupun swasta, dapat secara sama-sama memulai pembangunan industrial base pada industri-industri tersebut. Penguasaan industrial base pada industri-industri tertentu merupakan sebuah keniscayaan agar kemandirian relatif bisa saja dicapai meskipun sumberdaya yang dipunyai terbatas.

Salah satu yang dimaksud memerlukan pembangunan industrial base adalah kapal selam, dalam mana Indonesia perlu melibatkan beragam pihak, baik domestik maupun internasional, BUMN maupun partikelir lalu aktor lainnya. Penawaran kerja mirip produksi kapal selam secara lokal oleh Naval Group sebagai bagian dari inisiatif kapal selam senilai US$2,1 miliar merupakan salah satu potensi untuk memulai pembangunan industrial base kapal selam ke Indonesia.

Begitu pula dengan penguatan industrial base untuk land system, khususnya kendaraan lapis baja, baik APC maupun tank medium. Perkuatan industrial base untuk land system hendaknya melalui kemitraan yang digunakan lebih lanjut pada dengan beberapa firma asing seperti FNSS yang digunakan selama ini telah dilakukan membantu Indonesi pada bidang tersebut.

Peran bidang domestik di menggerakkan konstruksi maupun penguatan industrial base juga harus dilakukan. Industri pada negeri hendaknya diharapkan dapat bermetamorfosis menjadi pemasok pada tier dua hingga tier empat.

Kementerian Defense wajib memperluas peran sektor pertahanan swasta di penyelenggaraan maupun penguatan industrial base yang dimaksud sebab selama ini peran merek masih dipandang sebelah mata. Tidak kemungkinan besar tercipta industrial base yang tersebut kuat tanpa peran lapangan usaha pertahanan swasta pada tier dua sampai tier empat.

Artikel ini disadur dari Indonesia Membutuhkan Strategi Industri Pertahanan Nasional

Menasional.com menyajikan berita virtual dengan gaya penulisan bebas dan millenial. Wujudkan mimpimu, Menasional bersama kami

You might also like
Follow Gnews