Pengusaha Ingatkan Permasalahan Baru Muncul Efek Upah Minimum Murah

Jakarta, CNBC Indonesia – Industri padat karya dalam provinsi Jawa Barat dikabarkan berada dalam menghadapi hambatan pelik. sebabnya pada saat ini persaingan upah minimum antar provinsi pun tak terelakkan lagi. Upah buruh dituding jadi sumber masalah, hingga “memaksa” sejumlah perusahaan ke Jawa Barat memilih relokasi ke ke wilayah dengan tingkat upah minimum atau biaya produksi lebih besar rendah.

Anggota Perkumpulan Pengusaha Layanan Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Desi Sulastri mengatakan, relokasi pabrik sebetulnya bukanlah pilihan yang baik, namun juga tidaklah mampu dikatakan buruk. Sebab, katanya, saat perusahaan memutuskan untuk relokasi ke area yang dimaksud memiliki upah minimum tambahan rendah, perusahaan itu juga miliki pertaruhan yang besar kemudian sangat beresiko.

“Kalau kita bicara biaya pokok produksi (HPP), dibandingkan Jawa Barat, provinsi Jawa Tengah upah mereka itu sangat sangat tambahan murah. Maka Jawa Tengah bermetamorfosis menjadi pilihan para buyer ketika ini. Dari awal di mana melakukan relokasi, berharap ini bisa saja berjuang dengan tenang, dapat mendirikan usaha dengan baik. Tapi sebenarnya ada kesulitan baru yang tersebut muncul,” kata Desi untuk CNBC Indonesia, dikutip hari terakhir pekan (14/6/2024).

“Di Jawa Tengah, sekarang tenaga kerja sudah ada pada tahap yang mana memang sebenarnya sulit untuk didapatkan. Nah apakah kemudian dengan pengembangan kesana pun akan menyelesaikan kesulitan para penanam modal ini? kan nggak juga. Malah muncul kesulitan baru sebenarnya. Di sisi lain, kabupaten/kota atau provinsi yang tersebut ditinggalkan itu banyak sekali tenaga kerja yang mana tak lagi bekerja, oleh sebab itu akibat adanya relokasi,” tambah Desi.

Adapun isu relokasi pabrik ke Jawa Tengah ini, kata Desi, bermula pada saat penetapan kenaikan upah minimum yang dimaksud signifikan setiap tahunnya. Menurutnya, penetapan kenaikan upah seyogyanya diiringi dengan peningkatan produktivitas dan/atau penambahan order, tetapi dengan beralihnya penetapan upah minimum dengan Otonomi Daerah (Otoda), penetapan kenaikan upah dengan mempertimbangkan produktivitas sekarang ini tidak ada lagi berubah jadi perhitungan.

“Di mana status ketika ini, dengan berkembangnya hambatan upah yang tersebut kenaikannya memang benar sudah ada memberatkan, ditambah lagi daya saing yang digunakan antar provinsi ini tak kompetitif. Kalau kita bicara nilai pokok produksi (HPP), dibandingkan Jawa Barat, provinsi Jawa Tengah upah mereka itu sangat sangat jauh lebih lanjut murah. Maka Jawa Tengah bermetamorfosis menjadi pilihan para buyer pada waktu ini,” jelasnya.

Buyer, lanjutnya, memang benar akan mencari pabrik yang dimaksud dapat memberikan kualitas sama, namun dengan harga jual lebih lanjut murah.

“Saya yakin para buyer tentu sekadar waktu menaruh order (ke Jawa Tengah), walau dengan HPP tambahan rendah, pasti dituntut standar kualitas yang dimaksud mirip dengan yang dimaksud ada di Kabupaten/Kota (seperti Jawa Barat) yang mana dianggap telah mahal,” ucap dia.

Untuk itu, Desi mewakili pelaku bisnis produsen tekstil dalam Jawa Barat berharap pemerintah agar tidaklah menyamakan status dari lapangan usaha padat karya dengan sektor padat modal. Sebab, lapangan usaha padat karya dapat menerima begitu banyak tenaga kerja. Sehingga, ketika upah minimum naik tinggi, sektor ini jadi sektor paling terdampak.

“Kita berharap sektor ini jangan disamakan dengan sektor padat modal pada umumnya. Karena bidang inilah yang mana sangat dengan kenaikan upah, bergeser Rp1.000 cuma itu benar-benar berpengaruh, sebab jumlah total karyawannya yang mana ada ribuan,” pungkas Desi.

Artikel ini disadur dari Pengusaha Ingatkan Masalah Baru Muncul Efek Upah Minimum Murah

You might also like
Follow Gnews