Memprediksi Arah Pembangunan Kekuatan Defense Pasca 2024

Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum secara resmi mengumumkan hasil pemilihan raya Presiden lalu Wakil Presiden 2024. Namun hasil quick count banyak lembaga survei memprediksi bahwa Prabowo Subianto akan berubah jadi presiden terpilih.

Berdasarkan status tersebut, tentu sekadar berubah menjadi pertanyaan tentang bagaimana eks Komandan Jenderal Komando Tim sepak bola Khusus yang dimaksud akan menerjemahkan janji-janji kampanye bermetamorfosis menjadi program-program kerja yang tersebut dapat diterapkan dalam lapangan.

Sebab semua janji-janji kampanye ketika diterjemahkan berubah menjadi program-program kerja pemerintah harus berkompromi dengan satu fakta, yaitu kapasitas fiskal pemerintah. Harus diingat bahwa kapasitas fiskal pemerintah tak dapat direkayasa demi kepentingan kebijakan pemerintah partisan, sebab kinerja dunia usaha dapat dikalkulasi secara tepat sehingga penerimaan negara pun dapat diprediksi pula.

Di antara janji-janji kampanye Prabowo  yang menanti perwujudan adalah di dalam sektor pertahanan. Selama beliau berubah menjadi Menteri Pertahanan, terbentuk peningkatan belanja pertahanan yang tersebut memakai skema Peminjaman Luar Negeri (PLN) juga Pinjam-memakai Dalam Negeri (PDN) dibandingkan dengan periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kementerian Keuangan hanya sekali mengalokasikan PLN senilai US$ 7,7 miliar untuk Kementerian Keamanan pada masa 2015-2019, sementara ke era Kementerian Perlindungan dipimpin oleh Prabowo bilangan bulat yang disebutkan melejit berubah menjadi US$ 25 miliar. Begitu pula dengan besaran PDN meroket berubah menjadi Mata Uang Rupiah 41 trilyun pada periode 2020-2024 dari Rupiah 15 triliun di kurun waktu 2015-2019.

Namun peningkatan yang disebutkan juga memicu ketidaksepakatan antara Kementerian Keuangan kemudian Kementerian Pertahanan. Sebenarnya Kementerian Perlindungan sempat mendapatkan alokasi PLN sebesar US$ 34,4 miliar, akan tetapi Menteri Keuangan tiada setuju pada mana ketidaksetujuan itu didukung oleh Jokowi.

Selain itu, perhatian Kementerian Keuangan adalah kemampuan Kementerian Defense untuk menerima alokasi pinjaman yang diberikan. Hal demikian berkaca pada penyelenggaraan daya serap pinjaman pada MEF periode 2015-2019.

Terkait dengan kemungkinan arah pengerjaan kekuatan pertahanan 2025-2029 di bawah pemerintahan baru, terdapat beberapa hal yang dimaksud penting diperhatikan.

Pertama, kebijakan fiskal. Masih berubah menjadi pertanyaan tentang bagaimana kebijakan fiskal yang dimaksud akan dianut oleh pemerintahan baru nanti lalu implikasinya terhadap alokasi belanja pertahanan. Apakah pemerintahan baru akan meningkatkan pajak sehingga terdapat ruang fiskal yang dimaksud lebih besar lebar bagi belanja negara sebagai bagian dari mewujudkan janji-janji kampanye pemilu?

Ataukah pemerintahan baru akan melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 12 Ayat 3 yang digunakan mengatur defisit APBN terhadap Ekonomi Nasional maksimal tiga persen? Apakah rasio utang pemerintah terhadap Ekonomi Nasional yang digunakan pada waktu ini ke kisaran 39 persen akan didongkrak mendekati batas 60 persen?

Sebagaimana diketahui, bermacam janji-janji kampanye Prabowo apabila diterjemahkan menjadi program-program pemerintah akan memerlukan dana yang tersebut sangat besar lalu belum dapat dipastikan apakah kapasitas fiskal pada waktu ini dapat mengakomodasi hal yang dimaksud atau tidak.

Tanpa keberanian pemerintahan baru untuk membatalkan sebagian inisiatif warisan pemerintahan pada waktu ini yang dimaksud dipandang oleh umum sebagai kegiatan yang dimaksud tiada efisien juga tak perlu, opsi yang dimaksud tersedia baru pemerintahan baru adalah mencari sumber pendanaan lain guna mewujudkan janji-janji kampanye.

Kedua, prioritas belanja pemerintah. Sampai pada waktu ini warga masih mengantisipasi apa hanya kegiatan prioritas pemerintahan baru. Apakah masih terus pada sektor infrastruktur dengan alasan melanjutkan kebijakan pemerintahan pada waktu ini? Ataukah akan ada tambahan kegiatan prioritas lain yang mana berubah menjadi pembeda pemerintahan baru dengan pemerintahan ketika ini?

Mengacu pada APBN, belanja pemerintah menurut fungsi terbagi berhadapan dengan belanja pelayanan umum, pertahanan, ketertiban juga keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan lalu sarana umum, kesehatan, pariwisata dan juga kegiatan ekonomi kreatif, sekolah serta proteksi sosial.

Selama era Presiden Jokowi, belanja pertahanan di APBN dari 2016 hingga 2023 bukan pernah menduduki kedudukan lima besar. Pertanyaannya adalah sektor pertahanan akan masuk peringkat lima besar belanja pemerintah pada era pemerintahan baru? Apabila fungsi pertahanan masuk peringkat lima besar belanja pemerintahan baru, berarti akan ada fungsi lainnya yang mana mengalami penurunan alokasi anggaran.

Ketiga, kebijakan pertahanan. Dapat dipastikan bahwa kebijakan pertahanan yang digunakan akan diadopsi oleh pemerintahan baru secara prinsipil tiada akan berbeda dengan kebijakan pemerintahan pada waktu ini.

Namun apakah pemerintahan baru akan tambahan transparan pada beberapa jumlah hal seperti publikasi dokumen-dokumen strategis (Buku Putih Pertahanan, Doktrin Defense dan juga Strategi Pertahanan) juga rencana pengadaan sistem senjata?

Apabila mengacu pada praktek-praktek di dalam negara-negara lain, dokumen-dokumen strategis mempunyai dua versi, yaitu versi rahasia dan juga versi publik. Versi masyarakat adalah dokumen yang mana sudah dibersihkan dari hal-hal yang digunakan bersifat rahasia kemudian sensitif. Arah pembangunan kekuatan pertahanan ke depan akan dapat diketahui pasca presiden baru dilantik pada 20 Oktober 2024.

Pada sisi lain, masih terdapat pekerjaan rumah bagi Kementerian Keamanan yang mana dipimpin oleh Prabowo untuk menyelesaikan kontrak pengadaan sebagian sistem senjata yang dimaksud telah lama memiliki Penetapan Sumber Pendanaan (PSP).

Hal ini terkait dengan kemampuan Kementerian Defense untuk menerima PLN yang sudah ada disetujui oleh Kementerian Keuangan, di mana isu kemampuan penyerapan PLN selalu berubah jadi isu hangat antara kedua kementerian. Tentu sekadar berubah menjadi harapan bahwa dengan alokasi PLN senilai US$ 25 miliar, kinerja Kementerian Perlindungan pada mengakomodasi PLN akan tambahan bagus lagi dibandingkan di masa-masa sebelumnya.

Masih terdapat beberapa jumlah inisiatif pembelian yang mana telah dilakukan mendapatkan PSP namun belum diterjemahkan menjadi penandatangan kontrak. Satu di dalam antaranya adalah inisiatif pengadaan kapal selam, ke mana terdapat kecenderungan bahwa Kementerian Defense akan membeli Scorpene buatan Naval Group.

Pertanyaannya adalah akankah kontrak pembelian kapal selam ditandatangani sebelum 31 Maret 2024? Masa berlaku PSP kegiatan kapal selam hingga berakhir pada tanggal tersebut.

Permintaan perpanjangan PSP terhadap Menteri Keuangan dapat hanya dilakukan, namun apakah Menteri Keuangan akan menyetujui permintaan yang dimaksud masih berubah menjadi tanda tanya. Hal ini berkaca pada preseden beberapa inisiatif pengadaan lainnya yang tidak ada mendapatkan persetujuan perpanjangan PSP. Kini nasib acara perolehan kapal selam memasuki masa kritis lalu semua hal kembali untuk tindakan Kementerian Pertahanan.

Artikel ini disadur dari Memprediksi Arah Pembangunan Kekuatan Pertahanan Pasca 2024

Menasional.com menyajikan berita virtual dengan gaya penulisan bebas dan millenial. Wujudkan mimpimu, Menasional bersama kami

You might also like
Follow Gnews