Masa Depan Kemitraan E-commerce juga Medsos untuk UMKM di Tanah Air

Empat bulan hampir berlalu sejak pembangunan ekonomi perusahaan global TikTok ke perusahaan e-commerce asli Indonesia, Tokopedia. Penyertaan Modal lebih banyak dari US$ 1,5 miliar atau setara Rupiah 24 triliun ini adalah respons dari perusahaan global untuk berinvestasi di Tanah Air pascakeluarnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 tahun 2023. Beleid yang dimaksud berlaku sejak 26 September 2023 ini mengatur pemisahan social commerce juga e-commerce.

Permendag 31 betul-betul berubah jadi jalan berada dalam pemerintah pada melakukan pengawasan sekaligus mengakomodasi kemajuan teknologi demi perkembangan kegiatan bisnis UMKM. Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun memberikan waktu bagi TikTok-Tokopedia selama 4 bulan sejak Desember 2023 untuk memigrasikan sistem elektronik, data, hingga kegiatan ke Tokopedia.

Mengingat bahwa ketika ini masih banyak pemain global, seperti Instagram juga Youtube yang dimaksud berada dalam menjajaki bidang usaha social commerce ke Indonesia, model kemitraan TikTok lalu Tokopedia bermetamorfosis menjadi eksperimen pertama dari eksekusi Permendag 31 sehingga pantas berubah jadi pusat perhatian.

Lantas, dari perspektif teknologi informasi, apakah mungkin saja pemisahan sistem elektronik berlangsung di dalam balik layar tanpa penggunanya harus berpindah aplikasi?

Pertama, kita harus mengenali definisi sistem elektronik. Sistem elektronik adalah kumpulan perangkat lalu prosedur elektronik yang dimaksud berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengirimkan, lalu menyebarkan informasi elektronik.

Di dunia modern yang dimaksud semuanya serba terhubung seperti sekarang, integrasi sistem-sistem elektronik ini berubah menjadi sangat penting. Dengan adanya konektivitas yang digunakan tinggi, berubah-ubah layanan dapat dengan mudah-mudahan diakses lalu diintegrasikan melalui satu wadah digital. Hal ini memudahkan pengguna di melakukan bermacam aktivitas, seperti perjalanan, pemesanan, dan juga pembayaran, secara efisien lalu terpadu.

Hal ini diwujudkan melalui penggabungan beberapa sistem elektronik untuk dapat bekerja bersamaan, meskipun sistem-sistem itu sebenarnya saling terisolasi juga dikelola oleh departemen berbeda dari satu perusahaan, atau oleh entitas perusahaan yang tersebut serupa sekali berbeda.

Salah satu contohnya adalah Traveloka yang digunakan memberikan berubah-ubah layanan mulai dari reservasi hotel, pemesanan tiket pesawat, tiket kereta api, tiket bus, penyewaan mobil, tiket atraksi, tur, sampai dengan pembayaran yang mana ringan melalui kartu kredit, debit, serta lain-lain. Semua diwujudkan dari satu layar, konsumen tak harus login berkali-kali untuk berpindah dari satu layanan ke layanan lainnya.

Padahal Traveloka ini terwujud sebab penggabungan beberapa sistem elektronik dari beberapa perusahaan yang digunakan berbeda-beda. Seperti reservasi hotel diwujudkan melalui integrasi dengan sistem bisnis hotel dalam bermacam kota.

Demikian pula reservasi tiket pesawat diwujudkan oleh integrasi dengan maskapai penerbangan yang tersebut berbeda. Antara Traveloka dengan sistem-sistem lain yang disebutkan secara teknis dihubungkan secara terbatas seperlunya saja, sehingga keamanan sistem dan juga privasi data tetap terjaga.

Contoh lain adalah tindakan hukum TikTok-Tokopedia. Sebenarnya secara teknis mirip dengan Traveloka namun dampaknya luar biasa, oleh sebab itu keduanya adalah perusahaan raksasa. Integrasi keduanya berdampak besar terhadap sektor ke Indonesia.

Kemendag mencoba membatasi dampak ini melalui Permendag Nomor 31. Permendag ini mengatur bahwa perusahaan yang mana mempunyai lisensi social commerce bukan boleh memroses kegiatan pembayaran, oleh sebab itu untuk ini diperlukan izin lokapasar (e-commerce).

TikTok-Tokopedia mengatasi ini melalui solusi teknologi, yang dimaksud memungkinkan etalasi item direalisasikan oleh sistem TikTok, dan juga proses pembayaran dijalankan oleh sistem Tokopedia. Strategi merek adalah mengutamakan pengalaman konsumen yang digunakan tidak ada dipaksa untuk berpindah-pindah aplikasi.

Kedua, pengalaman konsumen yang mana mulus ini juga terkait erat dengan keamanan siber. Karena apabila konsumen dipaksa untuk pindah dari satu program ke program lain untuk menyelesaikan operasi dapat menyebabkan beraneka risiko siber seperti tertipu iklan palsu sampai salah lompat ke sistem e-commerce tiruan.

Jika konsumen dirugikan, baik penyedia media media sosial (medsos) maupun e-commerce tiada ada yang dimaksud mau bertanggung jawab oleh sebab itu operasi dijalankan ke luar jaringan mereka.

Di luar kedua isu teknis di atas, sebenarnya integrasi sistem yang mana mulus ini juga berdampak positif tiada semata-mata bagi konsumen tapi juga bagi UMKM. UMKM akan mendapatkan eksposur lebih banyak luas di memasarkan item pada media baru, gabungan e-commerce lalu social commerce.

Apalagi kalau kita mengacu pada data Statistik E-Commerce 2021 dari BPS. Ternyata, lebih banyak dari setengah (54,66%) bidang usaha e-commerce jualan online lewat media sosial (Facebook, Instagram, Twitter). Jadi mayoritas tidak lewat marketplace yang digunakan hanya sekali 21,64%. Artinya ini kesempatan bagi pemerintah mengupayakan UMKM beralih ke marketplace.

Jangan lupa, tahun ini pemerintah memiliki target 30 jt UMKM go digital, naik dari target 2023 berjumlah 24 juta. Dari target itu, data Smesco Kementerian Koperasi kemudian UMKM mencatat, per Desember 2022 baru 20,76 jt atau 69% yang digunakan melek digital.

Dari sisi makro, e-commerce juga diprediksi terus menjadi kontributor utama kegiatan ekonomi digital kemudian ujungnya perkembangan ekonomi. Studi Google, Temasek, Bain & Company pada e-Conomy SEA 2023 memprediksi, nilai dunia usaha digital Negara Indonesia pada 2025 bisa saja tembus US$ 109 miliar, setara Simbol Rupiah 1.690 triliun, naik 15%, dengan kontribusi terbesar dari e-commerce US$ 82 miliar atau Simbol Rupiah 1.271 triliun.

Adapun bagi pelaku e-commerce, pembaharuan ini akan membantu menggerakkan strategi merek di mengejar profit di berada dalam upaya mereka berinovasi di layanan, fitur, kemudian model bisnis.

Saat ini Instagram lalu Youtube berlomba-lomba untuk mencari ceruk bursa ke e-commerce kemudian juga e-commerce seperti Shopee lalu Lazada membuka layanan seperti media sosial melalui live commerce-nya. Tren global menunjukkan media sosial dan juga e-commerce akan terus mencari bentuk kemitraan yang mana sesuai.

Indonesia justru mempunyai kesempatan untuk bermetamorfosis menjadi “role model” dalam tingkat global dengan menunjukkan keberhasilan kemitraan antara perusahaan media sosial seperti TikTok serta e-commerce seperti Tokopedia demi memberikan kegunaan untuk UMKM lokal.

Tentunya kemitraan antarperusahaan media sosial lalu e-commerce harus terus dikawal dikarenakan semua jaringan menghadapi tantangan yang sama, khususnya pada hal jualan barang impor. Walau jualan barang impor merupakan isu klasik ke Tanah Air pada lingkungan ekonomi ritel online maupun offline, tetapi perusahaan seperti TikTok kemudian Tokopedia justru dapat berkontribusi untuk meningkatkan daya saing UMKM lokal melalui beraneka pelatihan.

Saya ingat ungkapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengutarakan bahwa kecepatan berubah menjadi modal di persaingan antarnegara. Negara cepat akan mengalahkan negara lambat. Bukan lagi negara besar mengalahkan negara kecil, begitu kata Presiden Jokowi. Oleh sebab itu, bagaimana kita bersikap, apakah kita menganggap teknologi itu ancaman atau justru berubah jadi prospek pada mengakselerasi perkembangan ekonomi.

Artikel ini disadur dari Masa Depan Kemitraan E-commerce dan Medsos untuk UMKM di Indonesia

Menasional.com menyajikan berita virtual dengan gaya penulisan bebas dan millenial. Wujudkan mimpimu, Menasional bersama kami

You might also like
Follow Gnews