Rempah juga Sisi Lain Kolonialisme

Rempah-rempah Nusantara telah sejak lama berubah jadi barang perdagangan lintas benua. Sebelum bangsa Eropa berebut rempah, terlebih dahulu bangsa Arab sudah ada datang.

Temuan regu residensi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan juga Ristek (Kemendikbudristek) yang terdiri dari Idris Masudi (sejarawan dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia), Fathurrahman Karyadi (filolog lalu pengasuh Pondok Pesantren Al-Hamidiyah), Adimas Bayumurti (kurator dari Museum Bayt Al-Qur’an) yang dipaparkan di acara “Susut Kultur” di Makara Art Center pada 21 Desember 2023.

Tim ini melakukan penelitian ke Qatar selama satu bulan serta menemukan beraneka hal menarik, di antaranya naskah-naskah kuno yang dimaksud berkisar abad 9 sampai 11 masehi. Naskah-naskah yang dimaksud mengatakan rempah-rempah kemudian bermacam wilayah dalam Nusantara.

Jauh sebelum periode Islam, bahkan sebelum masehi, bangsa Nusantara juga sudah pernah melakukan kontak perdagangan dengan bangsa Mesir, Iran, kemudian lain-lain. Bangsa Nusantara bahkan sampai ke Madagaskar.

Bangsa Eropa datang ke Nusantara pasca terjadinya era renaisans atau abad pencerahan. Mereka mengembangkan teknik pelayaran dan juga lain sebagainya.

Berbeda rute dari penjelajahan bangsa-bangsa lain sebelumnya, orang-orang Eropa mulai menjelajah ke pelosok dunia, di antaranya Nusantara sebagai sumber utama rempah-rempah.

Setelah menemukan sumber rempah, bangsa Eropa tidaklah sekadar melakukan monopoli perdagangan, melainkan mulai menguasai negeri penghasil rempah. Saat itu, penjajahan pun dimulai.

Di negeri kincir angin, Belanda, pemerintah kerajaan lalu sekelompok pendatang menimbulkan sindikasi perusahaan yang digunakan kelak berubah jadi awal dari sistem perbank-an modern, perusahaan terbatas, sistem kegiatan ekonomi liberal kemudian kepemilikan saham secara publik.
Perusahaan yang digunakan didirkan tahun 1602 ini bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), yakni perusahaan Belanda yang tersebut menguasai bursa rempah-rempah.

Keuntungan dari monopologi perdagangan rempah yang digunakan dimiliki oleh VOC tidak ada hanya menimbulkan kaya pemiliknya, melainkan juga untuk pengembangan kemudian perkembangan kota. Banyak infrastruktur, seperti pelabuhan, gedung, jalanan yang dimaksud dibangun untuk memudahkan sirkulasi rempah-rempah.

Pada abad pertengahan, miliki rempah di dalam dapur atau mengapit batang kayu manis di sela-sela jarinya, serupa bergengsinya dengan menenteng tas bermerk pada ketika sekarang. Sedemikian berharga rempah sehingga orang-orang dari benua lain mau menantang badai serta menerjang ombak supaya bisa jadi segera menjejakkan kaki dalam Nusantara, untuk mendapatkan rempah dari sumber aslinya.

Orang-orang Eropa pada umumnya dan juga Belanda khususnya menggunakan rempah untuk berubah-ubah keperluan, teristimewa kuliner. Rempah digunakan sebagai salah satu unsur utama yang tersebut terdapat di roti. Dengan adanya rempah, roti tidaklah hanya saja bercita-rasa melainkan juga lebih lanjut awet. Secara tiada langsung, “lidah” penduduk Belanda dipengaruhi oleh “lidah” pendatang Indonesia, khususnya pada penyelenggaraan rempah.

VOC cukup lama menguasai Indonesia. Dari semula pertukaran barang, pada perkembangan selanjutnya berubah menjadi pertukaran orang. Banyak pegawai VOC atau pemerintah Belanda yang dimaksud menikah dengan khalayak Indonesia. Selain itu, keinginan tenaga kerja juga menjadi alasan orang-orang Nusantara hidup pada Belanda.

Menurut Duta Besar Indonesi untuk Belanda, H.E Mayerfas, pada suatu kesempatan kunjungan penulis ke Belanda menyampaikan bahwa dari 17an jt penduduk Belanda, 10% diantaranya adalah orang-orang Indonesia.

Angka yang disebutkan makin bertambah apabila menghitung pendatang Belanda yang dimaksud memiliki ikatan dengan Indonesia, teristimewa ikatan pernikahan para kakek-neneknya. Artinya, masih banyak orang-orang Belanda yang mana memiliki darah Nusantara akibat salah satu diantara kakek, buyut atau di atasnya adalah pendatang Negara Indonesia yang mana menikah dengan warga Belanda.

Selama berkunjung ke Belanda dari 10-16 Desember 2023, saya seringkali mampir pada restaurant Indonesia, tentu bukan semuanya lantaran ada sekitar 600an restoran Nusantara pada Belanda. Di restoran tersebut, penulis bertemu dengan pendatang Belanda yang digunakan berbahasa Belanda juga “berwajah” Belanda.

Mereka bisanya menyapa terlebih dahulu kemudian mengungkapkan rutin untuk makan di restaurant Indonesia. Menurutnya, dirinya adalah ada darah Indonesia-nya akibat salah satu kakek-buyut nya berasal dari Indonesia

Dengan berbagai serta lamanya khalayak Nusantara di dalam Belanda, maka wajar jikalau Indonesia adalah “sub-kultur” dari kultur penduduk Belanda. Negara Indonesia berubah menjadi bagian dari pembentuk budaya Belanda, khususnya pada kuliner.

Hal lain yang digunakan diperlukan berubah menjadi pelajaran dari rempah adalah, bangsa ini pernah dijajah kemudian sengsara akibat memasarkan “raw material” rempah secara langsung. Untuk itu, harus ada upaya yang mana sungguh-sungguh supaya tindakan hukum yang disebutkan tak terulang.

Bangsa ini wajib melakukan lompatan mendadak dengan memproduksi barang-barang jadi yang tersebut dijual ke bursa internasional. Hasil-hasil bumi seperti nikel, bauksit, dan juga lain sebagainya diperlukan diolah dalam pada negeri.

Hal ini, meskipun sudah ada berubah menjadi visi semua capres, tetapi yang dimaksud tambahan penting adalah kesiapan bangsa ini untuk masuk ke penduduk industri, yang dimaksud ramah lingkungan tentu saja.

Dengan cara tersebut, kita dapat mengulang berjauhan sebelum kolonialisne, yang digunakan memberikan donasi, baik finansial maupun pengetahuan, pada bangsa-bangsa lain. Seperti Sriwijaya yang mana memulai pembangunan Narada di dalam India.

Hal ini, seperti yang mana banyak dikatakan oleh menteri luar negeri Negara Indonesia (2001-2009), Hassan Wirajuda sebagai Diplomasi Tangan dalam Atas. Dengan diplomasi seperti itu, bangsa ini akan disegani oleh bangsa-bangsa lain.

Artikel ini disadur dari Rempah dan Sisi Lain Kolonialisme

Menasional.com menyajikan berita virtual dengan gaya penulisan bebas dan millenial. Wujudkan mimpimu, Menasional bersama kami

You might also like
Follow Gnews